1. Menerima dengan ikhlas kepemimpinan suami dan qanaah kepadanya
“Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih ialah yang
taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). (An-Nisa: 34)
“…. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunya kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 228)
2. Keridhaan suami atas sikap istri adalah pintu surga bagi istri
“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.”
“Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia
menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang
aku tidak mampu.” Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu
dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan
nerakamu.” (HR. Ahmad dan selainnya)
“Jika wanita mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan
Ramadhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka dikatakan
kepadanya (pada hari Kiamat): ‘Masuklah ke dalam Surga dari pintu
manapun yang kamu suka’”. (HR. Ahmad)
3. Mentaati suami, kecuali dalam perkara maksiat
“Hanyalah ketaatan itu dalam perkara yang ma’ruf.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Ahmad)
“Dan para istri yang kalian khawatirkan (kalian ketahui dan yakini)
nusyuznya maka hendaklah kalian menasihati mereka, meninggalkan mereka
di tempat tidur, dan memukul mereka. Kemudian jika mereka menaati kalian
maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.”
(An-Nisa`: 34)
“Rasulullah SAW pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau
menjawab: Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang
menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala
suaminya tidak ada)” (HR. Nasa`i)
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami
memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan
suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri
tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.” (HR. Muslim)
Tidaklah seorang mukmin mengambil manfaat setelah ketakwaan kepada
Allah SWT yang lebih baik daripada istri shalihah: jika ia menyuruhnya,
ia mentaatinya; jika ia memandangnya, ia menyenangkan hatinya; jika ia
bersumpah kepadanya, ia menunaikan sumpahnya; dan jia ia sedang pergi
darinya, ia memelihara kesucian diri dan menjaga harta suaminya.” (HR.
Ibnu Majah)
4. Membantu suami dalam menegakkan agama dan memelihara kehormatannya
“Harta yang utama adalah lisan yang senantiasa berdzikir, hati yang
senantiasa bersyukur dan istri beriman yang membantu suami dalam
menegakkan bangunan imannya”. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
“Wanita itu pemimpin di rumah suaminya.” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi)
“Sebaik-baiknya istri kalian ialah yang penuh kasih dan taat terhadap
suaminya jika mereka bertakwa kepada Allah. Dan seburuk-buruk istri
kalian ialah yang bersolek dan banyak akal (untuk memperdaya suaminya);
mereka adalah munafik, yang tidak akan masuk Surga dari mereka kecuali
seperti gagak yang kedua kaki dan paruhnya berwarna merah.” (HR. Abu
Nu’aim)
“Wanita manapun yang menanggalkan pakaiannya di selain rumahnya, maka Allah merusak tabir-Nya darinya.” (HR. At-Tirmidzi)
5. Tidak keluar rumah kecuali atas izin suami
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah
salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. ….”
(Al-Ahzab: 33)
“…..janganlah ia keluar rumah dalam keadaan suaminya tidak ridha.” (HR. Baihaqi dan Hakim)
“Jika istri salah seorang dari kalian meminta izin untuk pergi ke masjid, maka janganlah menghalanginya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan yang lainnya)
“Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama dari shalatnya di
kamarnya, shalatnya di bilik khususnya lebih utama dari shalatnya di
rumahnya.” (HR. Abu-Dawud)
6. Tidak berpuasa sunnah kecuali atas izin suami
“Tidak halal bagi wanita melaksanakan puasa, sedangkan suaminya ada
di rumah, kecuali dengan seizinnya.” (HR. Al-Bukhari, dan Muslim)
7. Tidak menyakiti suami serta tidak menuntut kepadanya sesuatu yang tidak dibutuhkan dan melebihi kesanggupannya
“Tidaklah seorang wanita menyakiti hati suaminya di dunia, melainkan
istrinya yang berasal dari kalangan bidadari berkata: ‘Jangan sakiti
dia, semoga Allah membinasakanmu. Ia hanyalah seorang yang lemah yang
nyaris meninggalkanmu (untuk pergi) kepada kami’ ” (HR. At-Tirmidzi)
“Ridhalah dengan apa yang Allah berikan kepadamu, niscaya engkau menjadi manusia paling kaya.” (HR. Al-Bukhari)
“Allah tidak memandang seorang wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal dia butuh kepadanya.” (HR. An-Nasai)
“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat
pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas
penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita
menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah
para wanita itu kufur kepada Allah?”
Beliau menjawab: “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan
mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah
seorang dari mereka pada suatu masa, kemudian suatu saat ia melihat
darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan
berkata: ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
8. Tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke rumah suami kecuali dengan izin suami
“Ketahuilah, kalian memiliki
hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap
kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan
seorang yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian dan
mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki
rumah kalian. Sedangkan hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat
baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka.” (HR.
At-Tirmidzi dan Ibn Majah)
9. Tidak boleh menginfaqkan sebagian hartanya kecuali atas izin suami
“Seorang istiri tidak boleh menginfakkan sebagian harta suami kecuali
dengan izinnya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hasan)
[http://www.isdaryanto.com]